Selasa, 31 Maret 2009

Space

Luar angkasa atau angkasa luar atau antariksa (juga disebut sebagai angkasa), merujuk ke bagian yang relatif kosong dari Jagad Raya, di luar atmosfer dari benda "celestial". Istilah luar angkasa digunakan untuk membedakannya dengan ruang udara dan lokasi "terrestrial".
Karena atmosfer Bumi tidak memiliki batas yang jelas, namun terdiri dari lapisan yang secara bertahap semakin menipis dengan naiknya ketinggian, tidak ada batasan yang jelas antara atmosfer dan angkasa. Ketinggian 100 kilometer atau 62 mil ditetapkan oleh Federation Aeronautique Internationale merupakan definisi yang paling banyak diterima sebagai batasan antara atmosfer dan angkasa.
Di Amerika Serikat, seseorang yang berada di atas ketinggian 80 km ditetapkan sebagai astronot. 120 km (75 mil atau 400.000 kaki) menandai batasan di mana efek atmosfer menjadi jelas sewaktu proses memasuki kembali atmosfir (re-entry). (Lihat juga garis Karman).

Batasan menuju angkasa
• 4,6 km (15.000 kaki) — FAA menetapkan dibutuhkannya bantuan oksigen untuk pilot pesawat dan penumpangnya.
• 5,3 km (17.400 kaki) — Setengah atmosfer Bumi berada di bawah ketinggian ini
• 16 km (52.500 kaki) — Kabin bertekanan atau pakaian bertekanan dibutuhkan
• 18 km (59.000 kaki) — Batasan atas dari Troposfer
• 20 km (65.600 kaki) — Air pada suhu ruangan akan mendidih tanpa wadah bertekanan (kepercayaan tradisional yang menyatakan bahwa cairan tubuh akan mulai mendidih pada titik ini adalah salah karena tubuh akan menciptakan tekanan yang cukup untuk mencegah pendidihan nyata)
• 24 km (78.700 kaki) — Sistem tekanan pesawat biasa tidak lagi berfungsi
• 32 km (105.000 kaki) — Turbojet tidak lagi berfungsi
• 45 km (148.000 kaki) — Ramjet tidak lagi berfungsi
• 50 km (164.000 kaki) — Stratosfer berakhir
• 80 km (262.000 kaki) — Mesosfer berakhir
• 100 km (328.000 kaki) — Permukaan aerodinamika tidak lagi berfungsi
Proses masuk-kembali dari orbit dimulai pada 122 km (400.000 ft).

Angkasa tidak sama dengan orbit
Kesalahan pengertian umum tentang batasan ke angkasa adalah orbit terjadi dengan mencapai ketinggian ini. Orbit membutuhkan kecepatan orbit dan secara teoritis dapat terjadi pada ketinggian berapa saja. Gesekan atmosfer mencegah sebuah orbit yang terlalu rendah.
Ketinggian minimal untuk orbit stabil dimulai sekitar 350 km (220 mil) di atas permukaan laut rata-rata, jadi untuk melakukan penerbangan angkasa orbital nyata, sebuah pesawat harus terbang lebih tinggi dan (yang lebih penting) lebih cepat dari yang dibutuhkan untuk penerbangan angkasa sub-orbital.
Mencapai orbit membutuhkan kecepatan tinggi. Sebuah pesawat belum mencapai orbit sampai ia memutari Bumi begitu cepat sehingga gaya sentrifugal ke atas membatalkan gaya gravitasi ke bawah pesawat. Setelah mencapai di luar atmosfer, sebuah pesawat memasuki orbit harus berputar ke samping dan melanjutkan pendorongan roketnya untuk mencapai kecepatan yang dibutuhkan; untuk orbit Bumi rendah, kecepatannya sekitar 7,9 km/s (28.400 km/jam — 18.000 mill/jam). Oleh karena itu, mencapai ketinggian yang dibutuhkan merupakan langkah pertama untuk mencapai orbit.
Energi yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan untuk orbit bumi rendah 32MJ/kg sekitar dua puluh kali energi yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian dasar 10 kJ/km/kg.


Read More......

Underwater

Underwater is a term describing the realm below the surface of water where the water exists in a natural feature (called a body of water) such as an ocean, sea, lake, pond, or river. Three quarters of the planet Earth is covered by water. A majority of the planet's solid surface is abyssal plain, at depths between 4000 and 5500 m (13,000 to 18,000 ft) below the surface of the oceans. The solid surface location on the planet closest to the center of the orb is the Challenger Deep, located in the Mariana Trench at a depth of 10,924 m (35,838 ft) under the sea.

History
Although a number of human activities are conducted underwater—such as research, scuba diving for work or recreation, or even underwater warfare with submarines—this very extensive environment on planet earth is hostile to humans in many ways and therefore little explored.


An immediate obstacle to human activity under water is the fact that human lungs cannot naturally function in this environment. Unlike the gills of fish, human lungs are adapted to the exchange of gases at atmospheric pressure, not liquids. Aside from simply having insufficient musculature to rapidly move water in and out of the lungs, a more significant problem for all air breathing animals, such as mammals and birds, is that water contains so little dissolved oxygen compared with atmospheric air. Air is around 21% O2; water typically is less than 0.001% dissolved oxygen.
The density of water also causes problems that increase dramatically with depth. The atmospheric pressure at the surface is 14.7 PSI or around 100 kPa. A comparable water pressure occurs at a depth of only 10 m (33 ft.) (9.8 m (32 ft) for sea water.) Thus, at about 10 m below the surface the water exerts twice the pressure (2 atmospheres or 200 kPa) on the body as air at surface level.
For solid objects like our bones and muscles, this added pressure is not much of a problem; but it is a problem for any air-filled spaces like the mouth, ears, paranasal sinuses and lungs. This is because the air in those spaces reduces in volume when under pressure and so does not provide those spaces with support from the higher outside pressure. Even at a depth of 8 feet (2.5 m) underwater, an inability to equalize air pressure in the middle ear with outside water pressure can cause pain, and the tympanic membrane can rupture at depths under 10 ft (3 m). The danger of pressure damage is greatest in shallow water because the rate of pressure change is greatest at the surface of the water. For example the pressure increase between the surface and 10 m (33 ft) is 100% (100 kPa to 200 kPa), but the pressure increase from 30 m (100 ft) to 40 m (130 ft) is only 25% (400 kPa to 500 kPa).
Any object immersed in water is provided with a buoyant force that counters the force of gravity, appearing to make the object less heavy. If the overall density of the object exceeds the density of water, the object sinks. If the overall density is less than the density of water, the object rises until it floats on the surface.
With increasing depth underwater, sunlight is absorbed, and the amount of visible light diminishes. Because absorption is greater for long wavelengths (red end of the visible spectrum) than for short wavelengths (blue end of the visible spectrum), the colour spectrum is rapidly altered with increasing depth. White objects at the surface appear bluish underwater, and red objects appear dark, even black. Although light penetration will be less if water is turbid, in the very clear water of the open ocean less than 25% of the surface light reaches a depth of 10 m (33 feet). At 100 m (330 ft) the light present from the sun is about 0.5% of that at the surface.
The euphotic depth is the depth at which light intensity falls to 1% of the value at the surface. This depth is dependent upon water clarity, being only a few meters underwater in a turbid estuary, but may reach 200 meters in the open ocean. At the euphotic depth, plants (such as phytoplankton) have no net energy gain from photosynthesis and thus cannot grow.
At depths greater than a few hundred meters, the sun has little effect on water temperature, because the sun's energy has been absorbed by water at the surface. In the great depths of the ocean the water temperature is very cold. In fact, 75% of the water in the world ocean (the great depths) has a temperature between 0 °C and 2 °C.
Water conducts heat around twenty five times more efficiently than air. Hypothermia, a potentially fatal condition, occurs when the human body's core temperature falls below 35 °C. Insulating the body's warmth from water is the main purpose of diving suits and exposure suits when used in water temperatures below 25 °C.
Sound is transmitted about 4.5 times faster in water (about 1435 m/s in fresh water) as it is in air (330 m/s). The human brain can determine the direction of sound in air by detecting small differences in the time it takes for sound waves in air to reach each of the two ears. For these reasons divers find it difficult to determine the direction of sound underwater.

Read More......

Rabu, 25 Maret 2009

Bermuda Triangle

Segitiga Bermuda (bahasa Inggris: Bermuda Triangle), terkadang disebut juga Segitiga Setan adalah sebuah wilayah lautan di Samudra Atlantik seluas 1,5 juta mil2 atau 4 juta km2 yang membentuk garis segitiga antara Bermuda, wilayah teritorial Britania Raya sebagai titik di sebelah utara, Puerto Riko, teritorial Amerika Serikat sebagai titik di sebelah selatan dan Miami, negara bagian Florida, Amerika Serikat sebagai titik di sebelah barat.
Segitiga bermuda sangat misterius. Sering ada isu paranormal di daerah tersebut yang menyatakan alasan dari peristiwa hilangnya kapal yang melintas. Ada pula yang mengatakan bahwa sudah menjadi gejala alam bahwa tidak boleh melintasi wilayah tersebut. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa itu semua akibat ulah makhluk luar angkasa





Sejarah awal
Pada masa pelayaran Christopher Colombus, ketika melintasi area segitiga Bermuda, salah satu awak kapalnya mengatakan melihat “cahaya aneh berkemilau di cakrawala”. Beberapa orang mengatakan telah mengamati sesuatu seperti meteor. Dalam catatannya ia menulis bahwa peralatan navigasi tidak berfungsi dengan baik selama berada di area tersebut.
Berbagai peristiwa kehilangan di area tersebut pertama kali didokumentasikan pada tahun 1951 oleh E.V.W. Jones dari majalah Associated Press. Jones menulis artikel mengenai peristiwa kehilangan misterius yang menimpa kapal terbang dan laut di area tersebut dan menyebutnya ‘Segitiga Setan’. Hal tersebut diungkit kembali pada tahun berikutnya oleh Fate Magazine dengan artikel yang dibuat George X. Tahun 1964, Vincent Geddis menyebut area tersebut sebagai ‘Segitiga Bermuda yang mematikan’ , setelah istilah ‘Segitiga Bermuda’ menjadi istilah yang biasa disebut.



Penjelasan yang meragukan
Perusahaan asuransi laut Lloyd's of London menyatakan bahwa segitiga bermuda bukanlah lautan yang berbahaya dan sama seperti lautan biasa di seluruh dunia, asalkan tidak membawa angkutan melebihi ketentuan ketika melalui wilayah tersebut. Penjaga pantai mengkonfirmasi keputusan tersebut. Penjelasan tersebut dianggap masuk akal, ditambah dengan sejumlah pengamatan dan penyelidikan kasus.



Gas Metana
Penjelasan lain dari beberapa peristiwa lenyapnya pesawat terbang dan kapal laut secara misterius adalah adanya gas metana di wilayah perairan tersebut. Teori ini dipublikasikan untuk pertama kali tahun 1981 oleh Badan Penyelidikan Geologi Amerika Serikat. Teori ini berhasil diuji coba di laboratorium dan hasilnya memuaskan beberapa orang tentang penjelasan yang masuk akal seputar misteri lenyapnya pesawat-pesawat dan kapal laut yang melintas di wilayah tersebut.



Penjelasan lain
Ada yang mengatakan Segitiga Bermuda disebabkan karena tempat tersebut merupakan pangkalan UFO sekelompok mahkluk luar angkasa/alien yang tidak mau diusik oleh manusia,sehingga kendaraan apapun yang melewati teritorial tersebut akan terhisap dan diculik. Ada yang mengatakan bahwa penyebabnya dikarenakan oleh adanya sumber magnet terbesar di bumi yang tertanam di bawah Segitiga Bermuda,sehingga logam berton-tonpun dapat tertarik ke dalam. Dan bahkan ada yang mengatakan Segitiga Bermuda merupakan pusat bertemunya antara arus air dingin dengan arus air panas,sehingga akan mengakibatkan pusaran air yang besar/dasyat.
Meskipun beberapa teori dilontarkan, namun tidak ada yang memuaskan sebab munculnya tambahan seperti benda asing bersinar yang mengelilingi pesawat sebelum kontak dengan menara pengawas terputus dan pesawat lenyap.



Peristiwa-peristiwa terkenal
Penerbangan 19



Salah satu kisah yang terkenal dan bertahan lama dalam banyaknya kasus misterius mengenai hilangnya pesawat-pesawat dan kapal-kapal yang melintas di segitiga bermuda adalah Penerbangan 19. Penerbangan 19 merupakan kesatuan angkatan udara dari lima pesawat pembom angkatan laut Amerika Serikat.
Penerbangan itu terakhir kali terlihat saat lepas landas di Fort Lauderdale, Florida pada tanggal 5 Desember 1945. Pesawat-pesawat pada Penerbangan 19 dibuat secara sistematis oleh orang-orang yang ahli penerbangan dan kelautan untuk mengahadapi situasi buruk, namun tiba-tiba dengan mudah menghilang setelah mengirimkan laporan mengenai gejala pandangan yang aneh, dianggap tidak masuk akal.
Karena pesawat-pesawat pada Penerbangan 19 dirancang untuk dapat mengapung di lautan dalam waktu yang lama, maka penyebab hilangnya dianggap karena penerbangan tersebut masih mengapung-apung di lautan menunggu laut yang tenang dan langit yang cerah.
Setelah itu, dikirimkan regu penyelamat untuk menjemput penerbangan tersebut, namun tidak hanya pesawat Penerbangan 19 yang belum ditemukan, regu penyelamat juga ikut lenyap. Karena kecelakaan dalam angkatan laut ini misterius, maka dianggap "penyebab dan alasannya tidak diketahui".
Dan juga ditemukan adanya kaitan segitiga bermuda dengan atlantis yang ditemukan adanya penemuan kota-kota kuno dan berbagai bangunan di segitiga bermuda tersebut". Atlantis yang diduga tenggelam dalam waktu satu hari satu malam diduga kuat tenggelam di segitiga bermuda dan beberapa kawasan lainnya yang mirip dengan kejadian yang ada pada segitiga bermuda tersebut salah satunya yaitu di Indonesia, Malaysia, India, dan lainnya".

Read More......